Kegiatan belajar tidak pernah lepas dari
tugas-tugas yang diberikan oleh guru, baik itu di sekolah maupun di bangku
perkuliahan. Seperti review buku, artikel, makalah atau bentuk tugas lainnya.
Hari ke hari otak kita selalu diajaknya berbicara, di saat berjalan, duduk,
berdiri, bahkan di atas kendaraan sekalipun. Akibatnya tidur malampun telat. Barangkali
ada sebagian kita terbesit hatinya perasaan mengeluh untuk mengerjakan tugas. Mengeluh
adalah perasaan yang semestinya tidak muncul dalam hati si murid, tapi siapa
sangka perasaan ini sering muncul di hati para pelajar/ murid. Kemungkinan ini bisa
terjadi ada beberapa sebab; terlalu banyak tugas sehingga bingung mana yang
didahulukan untuk dikerjakan, tugas itu susah untuk dikerjakan, atau malas bisa
juga jadi faktor penyebabnya.
Tapi tahukah kita bahwa tugas yang diberikan oleh guru/dosen itu akan
membawa perubahan pada diri kita. pernahkah kita mengukur perubahan itu pada
orang lain atau diri kita sendiri? Ada kata Bijaksana yang perlu diingat: “ingin
menjadi orang besar, maka harus melewati rintangan yang besar pula”. Artinya,
jika kita ingin menjadi diri yang “besar”, kita harus sanggup menghadapi dan
menyelesaikan tugas-tugas berat yang diberikan oleh guru/dosen kepada kita. Meskipun
terkadang kita hampir atau tidak sanggup untuk mengerjakannya. Tapi, dengan
terbiasa melakukan rintangan-rintangan yang besar dalam belajar itu, Walhasil,
manfaatnya adalah kita tidak begitu susah dan mengetahui metode untuk
menghadapi tantangan besar kedepannya”.
Sekarang,
apabila kita melihat diri kita dengan para ulama Islām, kita bukanlah
bandingannya. Tugas yang diberikan oleh guru/dosen yang saat ini kita anggap
berat, itu belumlah seberapa dengan tugas yang diberikan oleh mereka (para
ulama) pada masanya. Mereka, para ulama sudah terdidik dan terbiasa
diberikan oleh gurunya tugas-tugas yang berat (menjawab persoalan ummah), hal
ini menjadikan mereka diri yang besar. Di samping dari tujuan menuntut ilmu,
kaedah pembelajaran, atau kurikulum yang diterapkan yang menjadi faktor pula
dalam mendidik mereka pada masanya.
Tapi dalam tulisan ini, saya melihat dari kacamata
kegigihan dan ketidakmengeluhan mereka dalam belajar, hal ini bisa kita dapati
karya-karyanya yang telah mereka ciptakan dengan puluhan bahkan ratusan kitab
serta berjilid-jilid. Menulis hingga mencapai puluhan kitab itu bukanlah hal
yang mudah, perlu kerja keras untuk mengerjakannya. Sedangkan kita apabila
diperintahkan oleh dosen/guru kita untuk membuat artikel atau makalah dalam
bentuk ilmiah hanya 10 lembar saja, susahnya gak “ketulung”. Ini menjadi PR
bagi kita, ada apa dengan belajar kita dan sampai dimanakah kesungguhan kita
dalam belajar. Kesulitan yang dihadapi dalam belajar adalah hal yang wajar.
Setiap pelajar tentu akan mengalaminya. Tetapi dengan melewati kesulitan itu
Insyā Allāh dengan terbiasa akan bisa melewatinya. Dan kesulitan ini juga harus
disambut dengan rasa senang, karena hal
itu merupakan tantangan bagi kita untuk mengais masa yang cemerlang. Tantangan
adalah pengalaman yang tak ternilai harganya untuk diri kita dan generasi
berikutnya yang akan kita berikan.
Kuala Lumpur, sabtu, 22-06-2013